Rabu, 14 Desember 2011

APEC

A.    Pengertian sekilas APEC

APEC merupakan merupakan singakatan dari Asia Pacific Economic Cooperation. APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) merupakan suatu forum kerjasama Internasional yang masuk dalam kategori kerjasama regional yang merupakan kerjasama antar Negara-negara sekawasan  atau sewilayah atau berdasarkan hubungan lokasi Negara yang sama. APEC (Asia Pacific Economic Cooperation)  merupakan forum kerja sama negara di kawasan Asia Pasifik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perdagangan, dan investasi di antara sesama negara anggota. Sebelumnya Konperensi negara-negara kawasan Asia Pasifik yang dilaksanakan atas prakarsa Australia pada bulan November 1989 di Canberra merupakan forum antar pemerintah yang kemudian dikenal dengan nama “Asia Pacific Ekonomic Cooperation” atau disingkat APEC.  Keberadaan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation)  dikarenakan atas dasar prakarsa Bob Hawke (perdana menteri Australia). APEC mempunyai tujuan yang tertuang dalam Deklarasi Bogor pada tahun 1994, yaitu menetapkan kawasan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) sebagai kawasan perdagangan dan investasi bebas dan terbuka yang berlaku paling lambat tahun 2020. Dalam mencapai setiap tujuannya, APEC (Asia Pacific Economic Cooperation)   dalam melakukan kegiatannya selalu berlandaskan pada prinsip kesepakatan bersama yang sifatnya tidak mengikat, dialog terbuka, serta prinsip saling menghargai pandangan dan pendapat seluruh anggota. Segala bentuk keputusan yang diambil oleh APEC (Asia Pacific Economic Cooperation)    dibuat berdasarkan konsensus dan kesepakatan yang sifatnya sukarela.




B.     Latar belakang berdirinya APEC
Latar belakang berdirinya APEC ditandai dengan kebutuhan pembangunan ekonomi regional akibat globalisasi sistem perdagangan, dan adanya perubahan berbagai situasi politik dan ekonomi dunia sejak pertengahan tahun 1980-an. Kemajuan teknologi di bidang transportasi dan telekomunikasi semakin mendorong percepatan perdagangan global yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan yang cepat pada pasar uang, arus modal, dan meningkatnya kompetisi untuk memperoleh modal, tenaga kerja terampil, bahan baku, maupun pasar secara global. Globalisasi perdagangan ini mendorong meningkatnya kerja sama ekonomi di antara negara-negara seka-wasan seperti Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) yang menerapkan sistem pasar tunggal untuk Eropa; North American Free Trade Area (NAFTA) di kawasan Amerika Utara; ASEAN Free Trade Area (AFTA) di kawasan Asia Tenggara; dan Closer Economic Relations (CER) yang merupakan kerja sama ekonomi antara Australia dan SelandiaBaru. Perubahan-perubahan yang terjadi pada dekade 80-an juga ditandai oleh berakhirnya perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet dan diikuti dengan berkurangnya persaingan persen-jataan. Forum-forum internasional yang seringkali didominasi dengan pembahasan masalah pertahanan dan keamanan, mulai digantikan dengan pembahasan masalah-masalah ekonomi dan perdagang-an. Sejalan dengan perubahan tersebut, timbul pemikiran untuk mengalihkan dana yang semula digunakan untuk perlombaan senjata ke arah kegiatan yang dapat menunjang kerja sama ekonomi antar negara. Kerja sama APEC dibentuk dengan pemikiran bahwa dinamika perkembangan Asia Pasifik menjadi semakin kompleks dan di antaranya diwarnai oleh perubahan besar pada pola perdagangan dan investasi, arus keuangan dan teknologi, serta perbedaan keunggulan komparatif, sehingga diperlukan konsultasi dan kerja sama intra-regional. Anggota ekonomi APEC memiliki keragam-an wilayah, kekayaan alam serta tingkat pembangunan ekonomi, sehingga pada tahun-tahun per-tama, kegiatan APEC difokuskan secara luas pada pertukaran pandangan  dan pelaksanaan proyek-proyek yang didasarkan pada inisiatif-inisiatif dan kesepakatan para anggotanya.

C.    Tujuan didirikannya APEC
Pada KonFerensi Tingkat Menteri  I APEC di Canberra tahun 1989, telah disepakati bahwa APEC merupakan forum konsultasi yang Luas tanpa memberikan “Mandatory Consequences” kepada para anggota-nya. Dari kesepakatan yang diperoleh dalam pertemuan tersebut dapat disimpulkan bahwa APEC memiliki dua tujuan utama:
·         Mengupayakan terciptanya liberalisasi perdagangan dunia melalui pembentukan sistem perdagangan multilateral yang sesuai dengan kerangka GATT dalam rangka memajukan proses kerja sama ekonomi Asia Pasifik dan perampungan yang positif atas perundingan Putaran Uruguay ,
·         Membangun kerja sama praktis dalam program-program kerja yang difokuskan pada   kegiatan-kegiatan yang menyangkut penyelenggaraan kajian-kajian ekonomi, liberalisasi perdagangan, investasi, alih teknologi, dan pengembangan sumber daya manusia.
Sesuai kepentingannya, APEC telah mengembangkan suatu forum yang lebih besar substansinya dengan tujuan yang lebih tinggi, yaitu membangun masyarakat Asia Pasifik dengan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang merata melalui kerja sama perdagangan dan ekonomi. Pada pertemuan informal yang pertama para pemimpin APEC di Blake Island, Seattle, Amerika Serikat tahun 1993, ditetapkan suatu visi mengenai masyarakat ekonomi Asia Pasifik yang didasarkan pada semangat keterbukaan dan kemitraan, usaha kerja sama untuk menyelesaikan tantangan-tantangan dari perubahan-perubahan, pertukaran barang, jasa, investasi secara bebas, pertumbuhan ekonomi dan standar hidup serta pendidikan yang lebih baik, serta pertumbuhan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
D.    Klasifikasi rangkaian kegiatan APEC

Pada awal berdirinya, APEC beranggotakan dua belas negara, yaitu enam negara anggota ASEAN dan enam mitra dialognya, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat. Pada tahun 1991 APEC menerima Cina, Hongkong dan Taiwan masuk menjadi anggotanya.Dalam pertemuan di Seattle, Kanada pada bulan November 1993, APECmemasukkan Papua Nugini dan Meksiko sebagai anggota.Pada pertemuan di Bogor tahun 1994 anggota APEC menjadi 18 negara yaitu :
 Indonesia
, Korea Selatan, Singapura, Selandia Baru, Thailand, Australia, Filpina, RRC Malaysia, Taiwan, Brunei, Darussalam, Hongkong, Amerika Serikat,  Meksiko,Jepang Papua Nugini, Kanada,dan Cile. Dari 18 negara anggota tersebut diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yang didasarkanatas kemajuan ekonomi dan industri, yaitu sebagai berikut:
a) Negara sangat maju : AS dan Jepang.
b) Negara maju : Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
c) Negara industri : Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan Hongkong.
d
) Negara berkembang : Brunei Darusalam, Malaysia, Filipina, Thailand, RRC, Meksiko,
    Papua Nugini, Cili, dan Indonesia.
Selanjutnya rangkaian rangkaian pertemuan para Ppemimpin APEC dari berbagai Negara anggota sebagai berikut :
1)      lake Island, 20 November 1993
Dengan tuan rumah Presiden Amerika Serikat Bill Clinton, para Pemimpin APEC mengadakan Pertemuan Informal untuk pertama kalinya di Blake Island, Seattle, Washington. Pada pertemuan tersebut disepakati bahwa Visi APEC adalah : memanfaatkan kekuatan dari keberagaman ekonomi negara anggota; memperkuat kerja sama dalam rangka meningkatkan kemak-muran; membangun semangat keter-bukaan dan kemitraan yang mendalam; mencapai pertumbuhan ekonomi yang dinamis dan berkelanjutan; berperan serta dalam memper-kuat perekonomian dunia; mendorong terciptanya sistem perdagangan internasional yang terbuka,; mengurangi hambatan perda-gangan dan investasi; memanfaatkan kemajuan di bidang telekomunikasi dan transportasi;melindungi kualitas udara, air, dan kawasan hijau;mengatur dan memperbaharui sumber-sumber energi

2)      Bogor,15 November 1994
Pada Pertemuan Para Pemimpin APEC kedua ini yang menjadi pokok bahasan adalah arah ekonomi APEC pada 25 tahun mendatang. Dalam deklarasi mereka yang dikenal dengan “Declaration of Common Resolve” , Para Pemimpin ekonomi menyetujui untuk menentukan sasaran mengenai waktu perdagangan dan investasi bebas di wilayah APEC, yakni: tahun 2010 bagi anggota ekonomi maju (industrialized economies); tahun 2020 bagi anggota ekonomi yang sedang berkembang (developing economies). Selanjutnya APEC akan memberikan kesempatan bagi anggota ekonomi yang sedang berkembang untuk meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonominya secara berkesinam-bungan dan pembangunan yang merata dalam rangka menjaga kestabilan perekonomiannya.
3)      Osaka,19 November 1995
Pada pertemuan ketiga di Osaka, Jepang, Para Pemimpin APEC mulai menterjemahkan Visi Blake Island and Declaration of Common Resolve/ Bogor dalam suatu cetak biru untuk melaksanakan komitmen mereka atas perdagangan dan invesatsi yang bebas dan terbuka, fasilitasi bisnis, dan kerja sama ekonomi serta kerjasama tehnik antar anggota. Agenda pembahasan yang dikenal dengan Aksi Osaka terdiri dari dua bagian pokok yaitu:  bagian pertama, menyangkut masalah liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan invesatsi, bagian kedua, menyangkut kerja sama ekonomi dan tehnik di bidang energi dan transportasi, infrastruktur, usaha kecil dan menengah, dan teknologi pertanian.
4)      Manila,25 November 1996
Pertemuan keempat Para Pemimpin APEC telah meng-hasilkan suatu rencana aksi yang dikenal dengan nama Manila Action Plan for APEC atau MAPA, di antaranya Rencana Aksi Individual (RAI) dan Rencana Aksi Kolektif (RAK). Dalam pertemuan ini dilaporkan kemajuan atas kegiatan bersama para anggota APEC untuk mencapai sasaran Deklarasi Bogor mengenai perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di wilayah APEC pada tahun 2010 dan 2020; serta kegiatan bersama di antara para anggota sesuai dengan bagian kedua dari Agenda Aksi Osaka. MAPA menyerukan enam thema untuk Aksi tersebut, yaitu :  peningkatan akses pada pasar barang,
peningkatan akses pada pasar jasa, sistem investasi yang terbuka, penurunan biaya usaha, sektor infrastruktur yang terbuka dan efisien, peningkatan kerja sama ekonomi dan teknik. Seddangkan Dalam rangka kerja sama ekonomi dan tehnik ditetapkan enam bidang kerja sama, yaitu: pengembangan sumber daya manusia,pengembangan pasar modal yang aman dan efisien, upaya memperkuat infrastruktur ekonomi, pemanfaatan teknologi masa depan, peningkatan pertumbuhan yang berkesinambungan, pertumbuhan usaha kecil dan menengah.
5)      Vancouver, November 1997
Dalam Pertemuan kelima Para Pemimpin APEC, Para Pemimpin menegaskan kembali komitmen dan keinginan mereka atas usaha untuk mengembangkan Rencana Aksi Individu (RAI) dan memperbaiki Rencana Aksi tersebut setiap tahun. Para Pemimpin APEC mengesahkan kesepakatan para menteri APEC yang menyatakan bahwa Aksi Individu tersebut akan dilaksanakan sejalan dengan liberalisasi sektoral sukarela yang dipercepat (Early Voluntary Sectoral Liberalization atau disingkat EVSL) pada 15 sektor dengan ketentuan akan diajukan pada tahun 1998, dan dilaksanakan mulai tahun 1999. Para Pemimpin APEC yakin bahwa partisipasi penuh dan aktif dari para anggota ekonomi dalam mendukung WTO merupakan kunci pokok bagi kemampuan APEC untuk melanjutkan dan memperkuat sistem perdagangan global.
6)      Kuala Lumpur,November 1998
Pertemuan keenam ini menitikberatkan pada strengthening the Foundation for Growth. Para Pemimpin APEC menegas-kan keyakinannya atas fundamental ekonomi yang kuat dan prospek pulihnya ekonomi Asia Pasifik. Mereka menyetujui untuk mengejar suatu strategi pertumbuhan secara bersama guna mengakhiri krisis keuangan. Mereka menjanjikan usaha-usaha memperkuat jaring pengaman sosial, sistem keuangan, arus perdagangan dan investasi, penerapan ilmu dan teknologi, pengembangan sumber daya manusia, infrastruktur ekonomi, dan keterkaitan antara usaha dan perdagangan sehingga memberikan dasar dan penetapan langkah untuk menuju pertumbuh-an yang berkesinambungan pada abad 21. Pada Pertemuan tersebut disetujui pula mengenai Kuala Lumpur Action Program on Skills Development yang bertujuan untuk mendukung terciptanya pertumbuhan yang berkesinam-bungan serta merata, yaitu dengan mengurangi disparitas ekonomi dan mengembangkan kehidupan sosial masyarakat melalui pengembangan keahlian/kecakapan.
7)      New Zealand, 12-13 September 1999
Fokus utama pertemuan ketujuh Para Pemimpin APEC adalah untuk merespon krisis keuangan Asia 1997, menanam-kan kembali kekuatan pertum-buhan dan investasi di wilayah APEC dengan mendorong liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi, serta memperkuat kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia. Pada per-temuan New Zealand ini ada tiga pokok thema yang dibahas, yaitu :  liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi, usaha memperkuat pasar, upaya mengembangkan du-kungan terhadap APEC.
8)      Brunei Darussalam, 15-16 November 2000
Pada tanggal 15-16 November 2000, Para Pemimpin APEC mengadakan pertemuan ke-8 di Bandar Seri Begawan. Ada 3 sub yang dibahas pada pertemuan tersebut, yaitu : Building Stronger Foundations, Creating New Opportunities, dan Making APEC Matter More. Pembahasan tersebut menekan-kan pada kelanjutan usaha penguatan pasar, pemanfaatan revolusi teknologi, dan peningkatan hubungan dengan masyarakat APEC secara luas. Subtema-subtema tersebut dirancang untuk mengakomodasi 3 bidang yang merupakan prioritas utama bagi kegiatan APEC tahun 2000, yakni : Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Sumber Daya Manusia (SDM), dan Teknologi Informasi (TI).  

sumber : Soesastro, Hadi. 1994. Indonesian Perspectives on APEC and Regional Cooperatiaon in Asia Pacific. Jakarta : CSIS

STELSEL TANAH

A.      Latar belakang dan Pengertian stelsel tanah

Perubahan politik yang terjadi di Eropa berdampak pada pemerintahan Belanda di Indonesia. Perubahan tersebut bukan hanya terjadi pada bidang politik saja namun berimbas pada bidang ekonomi juga. Masalah serius diahadapi Belanda pada saat itu yaitu permasalahan pada keuangannya. Belanda mengalami kekurangan uang dan untuk mengatasi masalah tersebut dikeluarkannya kebijakan system sewa tanahatau sering disebut stelsel tanah . Serangan yang dilakukan oleh Napoleon Bonaparte kepada Belanda berdampak ke Indonesia. Raja Belanda, Willem V, berhasil lolos dari kepungan pasukan Perancis dan melarikan diri ke Inggris. Dari Pengasingan, dia memerintahkan agar para pejabat Belanda di Indonesia menyyerahkan wilayahnya pada orang-orang Inggris agar tidak jatuh ke Tangan Perancis.
Zaman pendudukan Inggris pada saat itu memiliki asas-asas pemerintahan yang ditentukan oleh Thomas Stamford Raffles. Kebijakan yang ditempuhnya sangat dipengaruhi oleh pengalaman Inggris Di India, Raffles ingin menciptakan suatu system ekonomi yang bebas dari segala unsure paksaan yang senantiasa dibebankan pada rakyat, khususnya pada petani. Dalam usahanya untuk menegakkkan suatu kebijaksanaan colonial yang baru Raffles berpatokan pada tiga asas berikut :
1.      Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib ataupun rodi dihapuskan.
2.      Para bupati dijadikan bagian integral pemerintahan colonial.
3.      Berdasarka anggapan bahwa pemerintah colonial adalah pemilik tanah, para petani menggarap tanah dianggap sebagai penyewa tanah.
                
Dari awal inilah muncul adanya sistem sewa tanah dan diharapkan dapat memberikan kebebasan kepada para petani dan merangsang mereka untuk menanam tanaman keras seperti tebu dan kopi. Hasil tanaman tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan Negara. Jadi stelsel tanah merupakan system sewa tanah yag dikeluarkan pada pemerintahan saat itu yaitu oleh  Raffles.

B.       Tujuan dilaksanakannya stelsel tanah

Pelaksanaan sistem sewa tanah yang diperkenalkan oleh Gubernur Jenderal Stamford Raffles pada dasarnya mengandung tujuan sebagai berikut:
a.        Para petani dapat menanam dan menjual hasil panennya secara bebas untuk memotovasi mereka agar bekerja lebih giat sehingga kesejahteaannya mejadi lebih baik;
b.       Daya beli masyarakat semakin meningkat sehingga dapat membeli baranng-barang industri Inggris;
c.        Pemerintah kolonial mempunyai pemasukan negara secara tetap;
d.        Memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki petani;
e.         Secara bertahap untuk mengubah sistem ekonomi barang menjadi ekonomi uang.
Perubahan-perubahan yang terjadi dengan dilaksanakannya sistem sewa tanah, dapat dikatakan revolusioner karena mengandung perubahan azasi, yaitu unsur paksaan yang sebelumnya dialami oleh rakyat, digantikan dengan unsur sukarela antara pemerintah dan rakyat. Jadi, perubahan ini bukan hanya semata-mata perubahan secara ekonomi, tetapi juga perubahan sosial-budaya yang mengantikan ikatan-ikatan adat yang tradisional dengan ikatan kontrak yang belum pernah dikenal. Yaitu, digantikannya sistem tradisional yang berdasarkan atas hukum feodal, menjadi sistem ekonomi yang didasarkan atas kebebasan. Secara singkat perubahan tersebut, antara lain:
a.        Unsur paksaan digantikan dengan unsur bebas dan sukarela;
b.         Ikatan yang didasarkan pada ikatan tradisional, diubah menjadi hubungan yang berdasarkan perjanjian;
c.        Ikatan adat-istiadat yang telah turun-temurun menjadi semakin longgar, akibat pengaruh barat.

C.       Pelaksanaan stelsel tanah

Pelaksanaan system sewa tanah ini tidak meliputi seluruh Pulau Jawa dan tidak diberlakukan didaerah sekitar Batavia dan Parahyangan. Hal ini disebabkan di daerah-daerah  sekitar  Batavia pada umumnya adalah milik swasta atau partikelir, sedangkan daerah Parahyangan merupakan daerah wajib tanam kopi yang member keuntungan yang besar kepada pemerintah colonial. Oleh karena itu, daerah Parahyangan hanya mengenal system tradisional dan feodal dengan nama stelsel Periangan (Preangerstelsel) sampai tahun 1870.
Hal pertama yang dilakukan Raffles dalam melaksanakan sistem sewa tanah adalah menggantikan kekuasaan kepala daerah yang kuno dengan suatu pemerintahan Eropa yang langsung. Jadi dalam melakukan pembayaran pajak, rakyat langsung membayar ke pusat tidak melalui perantara penguasa daerah. Raffles tidak menggunakan para bupati atau penguasa daerah untuk memungut pajak karena supaya tidak terjadi korupsi dan pemerasan terhadap rakyat. Sistem ini memang sangat bagus, tapi nantinya akan menjadi kelemahan kebijakan Raffles. Dengan tidak digunakannya para penguasa daerah ini, maka pejabat-pejabat dari Eropa mengisi jabatan yang dulunya diemban oleh para penguasa daerah tersebut. Bertambahnya pengaruh dari pejabat-pejabat Eropa, pengaruh para Bupati semakin berkurang. Bahkan diantara pejabat-pejabat Eropa timbul keinginan untuk menghilangkan sama sekali jabatan bupati. Tidak mengherankan bahwa perkembangan ini sangat menggelisahkan para bupati yang sebelum Raffles mempunyai kekuasaan dan gengsi sosial yang amat besar.
 Ketika jaman VOC maupaun kolonial Belanda, para Bupati diberi tanah sebagai imbalan atas jasa-jasa mereka dalam mengelola pajak atau upeti. Bukan saja tanah yang mereka peroleh, akan tetapi menurut kebiasaan adat mereka dapat pula menuntut peneyerahan wajib hasil-hasil pertanian maupun hasil kerja rodi dari penduduk yang tinggal di atas tanah milik bupati tersebut. Di bawah Raffles kebiasaan ini dihapus dan para bupati kemudian diberi gaji dalam bentuk uang untuk jasa-jasa mereka kepada pemerintah kolonial. Karena itu para bupati itu hanya hanya dapat memungut pajak tanah saja daripada tanah jabatannya. Perubahan yang dibuat Raffles dalam sistem politik kolonial Inggris adalah pembaharuan keuangan dalam hubungan antara orang pribumi dengan orang Eropa. Raffles percaya bahwa sistem pajak tanah tidak hanya untuk membebaskan sejumlah besar penduduk dari perbudakan dan ikatan feodal, tetapi juga untuk kepentingan keuangan pemerintah Inggris. Jadi petani di daerah kerajaan hanya memiliki hak pakai dan hak garap atas tanah penguasa. Dengan kata lain petani hanya menjadi penyewa dari raja. Pandangan ini telah melahirkan praktek kewajiban bagi petani untuk menyetorkan sejumlah tertentu dari hasil tanah (menurut pemerintah Inggris disebut pajak).
Jika melihat fakta di lapangan ternyata pelaksanaan pembayaran pajak belum berjalan maksimal. Seperti contoh kasus di daerah Besuki, Panarukan, dan Probolinggo. Mengingat kondisi masyarakat di Besuki, Panarukan, dan Probolinggo pernah dikuasai oleh tuan tanah Cina, David Hopkins menggunakan kepala pribumi (petinggi aris) dalam pemungutan pajak. Di sini tampak bahwa sekalipun Raffles ingin memajaki petani secara perorangan dan menghapus peranan pribumi, namun dia masih menggunakan petinggi aris untuk bertanggung jawab bagi penarikan pajak tanah. Sebenarnya peranan petinggi aris sebagai perantara pemungut pajak sudah dimanfaatkan sejak komisaris pajak tanah dipegang oleh John Crawfurd. Pajak ini diterima dari petinggi setiap desa tanpa melakukan hubungan langsung dengan petani. Hal inilah yang menyebabkan pemerasan terhadap petani yang dilakukan oleh petinggi desa. Besarnya pajak yang harus dibayar tidak diketahui oleh petani sehingga petinggi desa melakukan penarikan pajak dengan seenaknya. Mengingat bahwa Raffles hanya berkuasa dalam waktu yang singkat, yaitu lima tahun, dan mengingat pula terbatasnya pegawai-pegawai yang cakap dan dana-dana keuangan, tidak mengherankan bahwa Raffles akhirnya tidak sanggup melaksanakan segala peraturan yang berhubungan dengan sistem sewa tanah itu.
Perubahan-perubahan struktural yang dilakukan Raffles tidak disertai dengan perubahan mentalitas dan kultural pada masyarakat tradisonal. Ide-ide Raffles merujuk dari sistem yang ada di Inggris dan juga yang diterapkan di India. Jika dilihat dari negaranya, Inggris merupakan negara yang secara ekonomi terutama segi industrinya sudah maju (modern). Masalah terbesar Raffles yang juga menjadi biang kegagalannya dalam menerapkan sistem sewa tanah adalah keadaan masyarakat Indonesia (Jawa) yang masih sangat feodal dan sistem ekonomi yang masih tertutup. Jadi pembayaran pajak belum sepenuhnya dilakukan dengan menggunakan uang tapi in natura. Pelaksanaan sistem sewa tanah memang gagal dilaksanakan di Indonesia. Tapi setidaknya Raffles sudah berupaya untuk memodernkan masyarakat Indonesia khususnya Jawa. Setelah diadakan Traktat London, yang isinya bahwa semua koloni Belanda yang dikuasai Inggris dikembalikan kepada Belanda kecuali Tanjung Harapan dan Ceylon. Raffles kemudian meninggalkan Jawa. Walaupun Gagal di Jawa,Raffles menuai keberhasilan di Singapura.
 Kebijakan Raffles mengenai sistem sewa tanah menunjukkan bahwa Raffles menentang adanya pemerasan dan feodalisme. Pengaruh dari Revolusi Perancis mengilhami Raffles dalam mengeluarkan kebijakan sewa tanah. Kebijakan ini diharapkan bisa menambah pendapatan petani dan pemerintah. Petani diberi kebebasan untuk mengolah tanahnya sendiri agar bisa menghasilkan pendapatan yang maksimal. Dari pendapatan ini akan ditarik pajak penghasilan dan dibayar berupa uang. Bisa dikatakan kebijakan ini merupakan perubahan yang revolusioner karena menyangkut hal yang asasi yaitu menghapus sistem feodal. Melihat kenyataan dilapangan, ternyata pelaksanaan sistem sewa tanah tidak memenuhi harapan. Faktor kultural tradisional menjadi penghalang utama pelaksanaan sewa tanah ini. Rakyat sudah terpatrun untuk membayar pajak pada penguasa daerah (bupati-bupati). Lagi pula rakyat Indonesia khususnya Jawa pada waktu itu belum siap dalam melakukan transaksi menggunakan uang. Bisa dikatakan Raffles mengeluarkan kebijakan yang terburu-buru. Dia menggunakan rujukan dari sistem yang ada di Inggris yang melakukan penerapan di India. Tentu saja kultur masyarakat India dan Indonesia sangat berbeda.
Sehingga pada dasarnya secara singkat dalam pelaksanaan sewa tanah ini mengandung tiga aspek, yaitu :
1)      Penyelenggaraan sistem pemerintahan atas dasar modern
Pergantian dari sistem pemerintahan-pemerintahan yang tidak langsung yan gdulu dilaksanakan oleh para raja-raja dan kepala desa digantikan dengan pemerintahan modern yang tentu saja lebih mendekati kepada liberal karena rafles sendiri adalah seorang liberal. Penggantian pemerintahan tersebut berarti bahwa kekuasaan tradisional raja-raja dan kepala tradisional sangat dikurangi dan sumber-sumber penghasilan tradisional mereka dikurangi ataupun ditiadakan. Kemudian fungsi para pemimpin tradisional tersebut digantikan oleh para pegawai-pegawai Eropa.

2)      Pelaksanaan pemungutan sewa
Pelaksanaan pemungutan sewa selama pada masa VOC adalah pajak kolektif, dalam artian pajak tersebut dipungut bukan dasar perhitungan perorangan tapi  seluruh desa. Dalam mengatur pemungutan ini tiap-tipa kepala desa diberikan kebebaskan oleh VOC untuk menentukan berapa besar pajak yang harus dibayarkan oleh tiap-tiap kepala keluarga. pada masa  sewa tanah hal ini digantikan menjadi pajak adalah kewajiban tiap-tiap orang bukan seluruh desa.

3)      Pananaman tanaman dagangan untuk dieksport.
Pada masa sewa tanah ini terjadi penurunan dari sisi ekspor, misalnya tanaman kopi yang merupakan komoditas ekspor pada awal abad ke-19 pada masa sistem sewa tanah mengalami kegagalan, hal ini karena kurangnya pengalaman para petani dalam menjual tanaman-tanaman merekadi pasar bebas, karena para petani dibebaskan menjual sendiri tanaman yang mereka tanam.

Namun pada tahun1816, kerajaan Belanda kembali memerintah di Indonesia. Dan pemikiran yang   bahwa kesehjateraan rakyat Indonesia hendaknya menjadi perhatian utama bagi pemerintah colonial hanya merupakan teori pada zaman Raffles. Kebijakan yang pernah dilakukan oleh Raffles itu kemudian umumnya diteruskan   oleh pemerintahan Belanda sampai akhir abad XIX.

D.      Dampak adanya stelsel tanah atau sewa tanah

Adanya stelsel tanah atau sewa tanah yang dibuat oleh Raffles  tersebut memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya antara lain:
1.      Memperkenalkan sewa tanah dengan titik berat pada pajak dan ekonomi uang atau moneter.
2.      Menunjukkan pemerintahan yang sentralistis.
3.      Menunjukkan gaya yang memadukan otoriter versus demokrasi. Dihapuskannya kerja rodi dan upeti.
4.      Kopi merupakan sumber pendapatan pemerintah yang terjamin.

Disamping dampak positif  dampak negatifnya sebagai berikut:
1)               Menumbuhkembangkan kebencian rakyat pemilik tanah.
2)               Timbulnya kerugian yang cukup besar bagi pribumi.
3)               Menumpahnya kekecewaan para Sultan, Bupati, dan bangsawan akibat pengambilan pajak secara langsung pada distrik-distrik dan desa-desa serta kepala-kepala rakyat
4)               Petani tidak boleh menjual, membeli maupun menggadaikan tanah.

 sumber :  
Ricklefs, M.C., 1991, Sejarah Indonesia Modern, diterjemahkan oleh Drs. Dharmono Hardjowidjono, Yogyakarta: Gajah Mada University Pers.
Sumadio, Bambang. 1984. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
Sartono Kartodirjo, dkk, 1977, Sejarah Nasional Indonesia, Jilid IV dan V, Jakarta: Balai Pustaka

Kepuasan Kerja



Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka.Ada perbedaan yang penting antara perasaan ini dengan dua unsur lainnyadari sikap pegawai.Kepuasan Kerja adalah perasaan senang atau tidak senang yang relatif .Kepuasan kerja menunjukan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dari imbalan yang disediakan pekerjaan,jadi kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan,perjanjian psikologis,dan motivasi. Sebagai sekumpulan perasaan,kepuasan kerja bersifat dinamik.Para manajer tidak dapat menciptakan kondisi yang dapat menimbulkan kepuasan kerja sekarang dan kemudian mengabaikannya dalam beberapa tahun.Menurut berbagai para ahli pengertian kepuasan kerja adalah sebagai berikut :
a.       Wexley dan Yukl : mengartikan kepuasan kerja sebagai “the way an employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karier, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan.
b.      Menurut Davis dan Newstromm, kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pekerja tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka.
c.       Robbins, Luthans mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah ungkapan kepuasan karyawan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat memberikan manfaat bagi organisasi, yang berarti bahwa apa yang diperoleh dalam bekerja sudah memenuhi apa yang dianggap penting.
d.      Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaannya, menurut Wexley dan Gary.

Jadi kepuasan kerja dapat dikatakan cara seorang pekerja merasakan pekerjaanya.Kepuasan kerja merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannnya yang didasarkan atas aspek-aspek pekerjaannnya yang bermacam-macam.terdapat ratusan karakteristik pekerjaan yang dipertimbangkan seorang pekerja,namun sekelompok karakteristik pekerjaan cenderung secara bersama-sama dievaluasi dengan cara yang sama.Sekelompok karakteristik tersebut,yang pada umumnya ditemukan dalam analisis statistik dari beberapa daftar pertanyaan sikap, meliputi: upah, kondisi kerja, pengawasan, teman kerja, isi pekerjaan, jaminan kerja, serta kesempatan promosi

B.     Teori Kepuasan Kerja
Terdapart beberapa teori tentang kepuasan kerja, diantaranya sebagai berikut :
1.      Teori Ketidaksesuaian
Menurut Locke (1969), kepuasan atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek pekerjaan tergantung pada selisih (discrepancy) antara apa yang telah diaanggap telah didapatkan dengan apa yang diinginkan. Jumlah yang diinginkan dari karakteristik pekerjaan didefisinikan  sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk memenuhi yang ada. Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi actual. Semakin besar kekurangan dan semakin banyak hal-hal penting yang diinginkan, semakin besar ketidakpuasannya. Jika terdapat lebih banyak jumlah factor pekerjaan yang dapat diterima secara minimal dan kelebihannya menguntungkan, orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dari jumlah yang diinginkan. Porter (1961) mendefisinikan kepuasan kerja sebagai selisih dari banyaknya sesuatu yang seharusnya ada dengan banyaknya apa yang ada. Konsepsi ini pada dasarnya sama dengan Locke berarti penekanan yang lebih banyak terhadap pertimbangan-pertimbangan yang adil dan kekurangan atas kebutuhan karena determinan dari banyaknya factor pekerjaan yang lebih disukai. Stidu Wanous dan Lawer (1972) menemukan bahwa para pekerja memberikan tanggapan yang berbeda-beda menurut bagaimana kekurangan/selisih itu didefisinikan. Cara mendefisinikan serta mengukur kepuasan kerja secar tepat ditentukan oleh tujuan pengukuran.
2.      Teori Keadilan
Teori keadilan memerinci kondisi yang mendasari seorang pekerja akan menganggap fair dan masuk akal insentif dan keuntungan dalam pekerjaannya. Adam (1963) menyatakan bahwa teori ini merupakan variasi dari teori proses perbandingan social. Komponen utama dari teori ini adalah input, hasil, orang bandingan dan keadilan dan ketidakadilan. Menurut teori ini, seseorang menilai fair hasilnya dengan membandingkan hasilnya : rasio inputnya dengan hasil : rasio input dari seorang/sejumlah orang bandingan. Teori ini tidak merinci bagaimana seseorang memilih orang bandingan atau berapa banyak orang bandingan yang akan digunakan. Jika rasio hasil : input seorang pekerja adalah sama atau sebanding dengan rasio orang bandingannya, maka suatu keadaan adil dianggap ada oleh para pekerja. Jika para pekerja mengaanggap perbandingan tersebut tidak adil, maka keadaan ketidakadilan dianggap ada. Ketidakadilan adalah satu sumber ketidakpuasan kerja dan ketidakadilan menyertai keadaan tidak berimbang yang menjadi motif tindakan bagi seseorang untuk menegakan keadilan. Teori keadilan memilki implikasi terhadap pelaksanaan kerja para pekerja disamping terhadap kepuasan kerja.
3.      Teori Dua Faktor
Teori dua factor sikap kerja menyatakan bahwa kepuasan kerja secara kualitatif berbeda dengan ketidakpuasan kerja. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu satisfies atau motivator adalah karakteristik pekerjaan yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhanurutan lebih tinggi seseorang serta perkembangan psikologinya. Disatisfiers atau hygiene factor yang terdiri dari gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Teori dua factor sangat berbeda dengan teori-teori sikap kerja konvensioanal yang menggambarkan kepuasan dan ketidakpuasan sebagai duai titik yang berlawanan dari suatu kontinum dengan satu titik netral pada pusatnya. Dalam teori dua factor, terdapat dua kontinum yang berbeda, yang satu untuk kepuasan dan yang lain untuk ketidakpuasan. Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja-pekerja yang memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja di dalam badan usaha. Di lain pihak, jika kebutuhan kerja memenuhi kebutuhan individu atau memenuhi kebutuhan kerja, pekerja dianggap sebagai pekerja-pekerja yang puas. Individu berharap untuk dievaluasi oleh penyelia sebagai pekerja yang memuaskan ketika kemampuan dan keahlian individu memenuhi persyaratan kerja. Apabila pendorong-pendorong dari pekerjaan memenuhi kebutuhan kerja dari individu, mereka diharapkan untuk jadi pekerja yang puas. Seorang karyawan yang puas dan memuaskan diharapkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika kemampuan dan persyaratan kerja tidak seimbang, maka pengunduran diri, tingkat pergantian, pemecatan dan penurunan jabatan dapat terjadi. Model Theory of Work Adjustment mengukur 20 dimensi yang menjelaskan 20 kebutuhan elemen atau kondisi penguat spesifik yang penting dalam menciptakan kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut: Ability Utilization adalah pemanfaatan kecakapan yang dimiliki oleh karyawan, chievement adalah prestasi yang dicapai selama bekerja, activity adalah segala macam bentuk aktivitas yang dilakukan dalam bekerja, advancement adalah kemajuan atau perkembangan yang dicapai selama bekerja, uthority adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan, company Policies and Practices adalah kebijakan yang dilakukan adil bagi karyawan, compensation adalah segala macam bentuk kompensasi yang diberikan kepada para karyawan, co-workers adalah rekan sekerja yang terlibat langsung dalam pekerjaan, creativity adalah kreatifitas yang dapat dilakukan dalam melakukan pekerjaan, independence adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja, moral values adalah nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah atau terpaksa, recognition adalah pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan, responsibility yaitu tanggung jawab yang diemban dan dimiliki, security, rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan kerjanya, social Service adalah perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan kerjanya, social Status adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan akibat dari pekerjaan, supervision-Human Relations adalah dukungan yang diberikan oleh badan usaha terhadap pekerjanya, Supervision-Technical adalah bimbingan dan bantuan teknis yang diberikan atasan kepada karyawan, variety adalah variasi yang dapat dilakukan karyawan dalam melakukan pekerjaannya, working Conditions, keadaan tempat kerja dimana karyawan melakukan pekerjaannya. Pengukuran sikap kerja dapat diukur dengan banyak cara. Informasi tentang sikap kerja dapat diperoleh dengan cara khusus maupun regular. Kepusan dan kekecewaan (letidakpuasan) merupakan bagian dari satu kuntinum sikap dua kutup. Determinan-determinan sikap kerja bukti riset menyatakan bahwa kepuasan kerja seseorang ditentukan bersama-sama atas dasar karakteristik situasi kerja dan karakteristik pekerja. Kepuasan dengan kerja, sifat pekerjaan itu sendiri adalah determinan utama dari kepuasan kerja.

C.    Konsep dan Tingkat Kepuasan Kerja
a.      Konsep Kepuasan Kerja
Pengukuran kepuasan kerja ternyata sangat bervariasi, baik dari segi analisa statistik maupun dari segi pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari kepuasan kerja ini biasanya melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket maupun dengan pertemuan kelompok kerja (Riggio:2005). Dalam semua kasus, kepuasan kerja diukur dengan kuesioner laporan diri yang diisi oleh karyawan. Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu:
·      Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global. Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi dari semua aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari suatu jabatan. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan. Cara ini memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya adalah tidak ada biaya pengembangan dan dapat dimengerti oleh mereka yang ditanyai. Selain itu cara ini cepat, mudah diadministrasikan dan diberi nilai. Kuesioner satu pertanyaan menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi dari pertanyaan yang diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji, sifat pekerjaan, iklim sosial organisasi, dan sebagainya.
·      Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan, konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja yang berbeda dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur secara terpisah. Diantara konsep facet yang dapat diperiksa adalah beban kerja, keamanan kerja, kompetensi, kondisi kerja, status dan prestise kerja. Kecocokan rekan kerja, kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek manejemen, hubungan atasan-bawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan.
·         Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan, yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama mengenai aspek tertentu dari situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan oleh Porter. Kuesioner Porter didasarkan pada pendekatan teori kebutuhan akan kepuasan kerja. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan aktualisasi diri. Berdasarkan kebutuhan dan persepsi orang itu sendiri mengenai jabatannya, tiap responden menjawab tiga pertanyaan mengenai masing-masing pertanyaan: (1) Berapa yang ada sekarang? (2) Berapa seharusnya? (3) Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?. Berdasarkan tanggapan terhadap pertanyaan mengenai pemenuhan kebutuhan kerja tersebut, kepuasan kerja diukur dengan perbedaan antara “Berapa yang ada sekarang?” dan “Berapa yang seharusnya?”, semakin kecil perbedaan, maka semakin besar kepuasannya. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global

b.      Tingkat Kepuasan Kerja
Tingkat kepuasan kerja, kepuasan kerja umumnya relative tinggi dan stabil. Akan tetapi pada tahun 1970-an banyak terjadi perubahan social yang meninbulkan pernyataan luas kepuasan kerja sangat menurun. Harapan karyawan secara dramatis meningkat. Adapun dalam tingkat kepuasan kerja yang perlu diperhatikan atau yang mempengaruhi :
1)      Kepuasan kerja dan prestasi, sebagian manajer berasumsi bahwa kepuasan yang tinggi selamanya akan menimbulkan prestasi yang baik. Karyawan yang puas boleh jadi adalah karyawan yang berproduksi tinggi, sedang, atau rendah, dan mereka akan cenderung meneruskan tingkat prestasi yang menimbulkan kepuasan bagi mereka. Prestasi turut menyumbang timbulnya kepuasan kerja yang tinggi. Urutannya adalah prestasi yang lebih baik secara khas menimbulkan imbalan ekonomi sosiologis, dan psikologis yang lebih tinggi. Apabila imbalan itu dipandang pantas dan adil maka timbul kepuasan yang lebih besar karena pegawai merasa bahwa mereka menerima imbalan yang sesuai dengan prestasinya. Sebaliknya, apabila imbalan dipandang tidak sesuai dengan tingkat prestasinya, cenderung timbul ketidakpuasan. Terdapat tiga contoh perilaku pegawai yang negative yang timbul dari perasaan tidak puas, yaitu :
a.       Pergantian Pegawai
Kepuasan kerja yang lebih tinggi berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pergantian pegawai, yaitu proposi pegawai yang menimbulkan organisasi. Para pegawai yang lebih puas kemungkianan besar lebih lama bertahan dengan majikan mereka.
b.      Kemangkiran
Para pegawai yang kurang puas cenderung lebih sering mangkir. Kepuasan kerja mungkin tidak sangat mempengaruhi kemangkiran seperti halnya dengan pergantian, karena sebagian kemangkiran adalah valid. Pegawai yang tidak puas tidak harus merencanakan untuk mangkir, tetapi mereka merasa lebih mudah bereaksi terhadap kesempatan untuk melakukan itu.
c.       Pencurian
Beberapa pegawai mencuri karena mereka putus asa atas perlakuan organisasi yang dipandang tidak adil. Menurut pegawai, tindakan itu dapat dibenarkan sebagai cara membalas perlakuan tidak sehat yang mereka terima dari penyelia. Pengendalian yang lebih ketat dan ancaman hukuman tidak selamanya dapat menaggulangi masalah ini, karena hanya diarahkan pada gejalanya dan bukan pada sebab yang mendasar seperti besarnya ketidakpuasan.
2)      Profil karyawan yang puas, Kepuasan kerja berkaitan dengan sejumlah variable yang memungkinkan para manajer untuk memperkirakan kelompok yang lebih cenderung mengalami masalah ketidakpuasan. Sebagai variable itu adalah variable pegawai, yang lain variable lingkungan kerja.
3)      Usia, ketika para karyawan makin bertambah lanjut usianya. Mereka cenderung sedikit lebih puas dengan pekerjaannya. Ada sejumlah alasan mengenai hala ini, seperti semakin rendahnya harapan dan penyesuian yang lebih baik dengan situasi kerja karena telah berpengalaman dengan situasi itu. Sebaliknya, para karyawan yang lebih muda, cenderung kurang puas karena pengharapan lebih tinggi, kurang penyesuian, dan berbagai sebab lain.
4)      Tingkat pekerjaan, orang-orang dengan pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi cenderung merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka. Mereka biasanya memperoleh gaji dan kondisi kerja lebih baik, dan pekerjaan yang dilakukan member peluang untuk menggunakan kemampuan mereka sepenuhnya, oleh karena itu mereka memilki alasan yang baik untuk mersa lebih puas. ketimbang dengan usia.
5)      Ukuran organisasi, ukuran organisasi seringkali berlawanan dengan kepuasan kerja istilah ukuran organisasi lebih mengacu pada ukuran unit operasional, seperti pabrik cabang ketimbang pada perusahaan secra menyeluruh atau unit pemerintahan. Beberapa bukti menunjukan bahwa kepuasan kerja cenderung agak menurn apabila tidak diambil tindakan perbaikan untuk mengimbangi kecenderungan itu.

D.    Konsekuensi ketidakpuasan kerja dalam organisasi dan cara mengembangkan kepuasan pekerja.
1.      Konsekuensi ketidakpuasan kerja dalam organisasi
Menurut Davis dan Newstromm  konsekuensi ketiakpuasan kerja adalah:
·         .Ketidakpuasan dan elaksanaan kerja. Pelaksanaan kerja mengakibatkan timbulnya kepuasan. Bila pelaksanaan kerja menghasilkan bonus-bonus intrinsic dan ektrinsik, sedang ganjaran pada gilirannya memberikan kepuasan yang elbih tinggi, dengan demikian pelaksanaan kerja dan kepuasan kerja mempunyai korelasi positif satu sama lain.
·          Ketidakpuasan dan penarikan diri. Ada hubungan yang konsisten antara ketidakpuasan dengan penarikan diri dalam bentuk perpindahan dan absensi. Para pekerja yang mengalami ketidakpuasan lebih mungkin menyingkir dari kerja atau pindah dibanding para pekerja yang puas. Bentuk lain dari ketidakpuasan antara lain adalah minum minuman keras, mengonsumsi obat dan hal yang merugikan lainnya. Hal ini merugikan organisasi. Absensi merusak kelancaran kerja, mengakibatkan penundaan, meningkatkan biaya untuk subsidi sakit, serta keharusan mempekerjakan pekerja cadangan. Perpindahan pekerja juga mengganggu kelancaran, dengfan keharusan mengadakan seleksi dan latihan untuk penempatan pekerja baru yang memberatkan.
·         Ketidakpuasan dan agresi. Ketidakpuasan kerja dapat menyebabkan perilaku agresif, seperti sabotase, kesalahan yang disengaja, demo,pemogokan, dll. jika tindakan agresif tersebut terjadi akan menghambat jalannya pekerjaan, menurunkan kualitas produksi, dan  terhambatnya kerja sama.
·          Ketidakpuasan dan pencurian. Meskipun banyak sebab ynag melatarbelakangi tindakan pencurian, beberapa pekerja mencuri karena mereka putus asa atas perlakuan organisasi yang dipandang tidak adil. Menurut para pekerja tindakan itu dibenarkan untuk membalas perlakuan tidak sehat yang mereka teriam. Pengendalian secara ketat denagn hukuman tidak selamanya dapat menanggulangi masalah ini, karena hanya diarahkan pada gejalanya dan bukan pada sebab yang mendasar seperti besarnya ketidakpuasan.

2.      Mengembangkan  kepuasan pekerja
Greenberg dan Baron (2003:159) memberikan saran untuk mencegah ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan kerja dengan cara sebagai berikut :
·         Membuat pekerjaan yang menyenangkan, karena pekerjaan yang mereka senang kerjakan akan membuat orang menjadi lebih puas.
·         Orang dibayar dengan jujur
·         Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan/penggajian tidak jujur cenderung tidak puas dengan pekerjaannya.
Adapun cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidakpuasan kerja yaitu :
·         Mengadakan perubahan dalam kondisi kerja, pengawasan, kompensasi atau rancangan pekerjaan tergantung pada factor mana yang menjadi penyebab ketidakpuasan.
·         Memindahkan pekerja ke pekerjaan lain intuk mendapatkan pasangan yang lebih baik antara pekerja dan pekerjaannya.
·         Mengubah persepsi atau harapan dari para pekerja yang tidak puas jika terjadi kesalahan konsepsi atas informasi yang tidak benar pada pekerja.
·         Menghindari janji-janji yang berlebihan dan tidak realistis, hal ini mengabaikan kerugian yang akan dibuat kemudian hari yaitu menimbulkan kekecewaanb dan ketidak puasan pekerja ketika keadaan yang sebenarnya ditemukan
sumber : 
Davis, Keith dan John W. Newstroom. 1985. Perilaku dalam Organisasi, Jilid 1, Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga.
Keith, Davis dan W. Newsrrom. 1985. Perilaku Dalam Organisasi., Jakarta: Rineka Cipta.
Stephen, P. Robbin. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Shobaruddin, Muh. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Rineka Cipta.
Wexley Kenneth N & Yukl Gary A.1987 . Perilaku Oraganisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta:Rineka Cipta